Kesamaan NU dan FPI dalam Memperjuangkan Penerapan Syari'ah Islam di Indonesia

Telah kita ketahui bersama bahwa NKRI Bersyariah adalah sesuatu yang dicita citakan oleh Front Pembela Islam (FPI), sebuah ormas yang eksistensinya secara resmi dilarang oleh pemerintah Indonesia. 


Sejak berdirinya, FPI dianggap penuh kontroversi dan selalu bersebrangan dengan pemerintah siapapun presidennya. Dalam ceramah ceramahnya, Imam Besar FPI Habib Rizieq Syihab menyatakan ingin mengembalikan pancasila sesuai dengan yang dirumuskan oleh founding fathers Negara ini pada saat kesepakatan Piagam Jakarta, yaitu dengan mengembalikan tujuh kata yang krusial bagi umat Islam yang dihilangkan sewaktu proklamasi kemerdekaan. 


Tujuh kata yang hilang tersebut adalah "dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan FPI memperjuangkan NKRI Bersyari'ah.


Baca juga : Memahami Islam Secara Kaffah dalam Konteks Keindonesiaan


Terlepas dari cita-cita FPI dalam menegakkan NKRI Bersyari'ah, bagaimana sebenarnya pandangan NU terhadap penerapan syari'ah Islam di Indonesia


Apakah diperlukan penerapan syari'ah Islam secara menyeluruh yang sejalan dengan konstitusi, dalam bentuk undang undang atau perpres, pergub, perda, perbup atau apapun yang diakui oleh Negara sebagai peraturan yang mengikat seluruh masyarakat Indonesia, khususnya kaum muslimin?


Jawabannya ada dalam keputusan bahtsul masail yang diselenggarakan oleh PWNU Jawa Timur yang tertuang dalam buku "NU Menjawab Problematika Umat Jilid 1".


Dalam bahtsul masail waqi'iyah yang diselenggarakan di Malang Tahun 2006, muncul pertanyaan " Berdosakah orang Islam di Indonesia karena membiarkan tidak diamalkannya ajaran syari'at Islam oleh negara tempat ia menetap tinggal?"


Kita bayangkan jika pertanyaan yang sama seperti ini kita ajukan kepada kader kader NU saat ini? 


Kami hampir yakin jawaban mereka pasti tidak berdosa. Atau bahkan mereka akan memberi tambahan keterangan dari jawaban mereka bahwa Indonesia saat ini pun sudah bersyari'ah. Maka bukan hanya tidak berdosa, mereka akan mengatakan tidak perlu lagi usaha mengislamisasi negara ini, karena negara ini bukan milik satu agama. Negara ini bukan negara Islam, tetapi negara pancasila dengan prinsip bhineka tunggal ika. 


Sayangnya bukan seperti itu jawaban dari keputusan bahtsul masail tersebut. Dalam keputusannya PWNU Jawa Timur menyatakan bahwa "Bagi yang mampu dan mempunyai akses untuk perjuangan berlakunya hukum Islam maka harus benar-benar melaksanakan tanggung jawabnya, sehingga apabila mereka (yang mampu) tidak ada usaha untuk berlakunya syariat Islam di Indonesia maka berdosa. Bagi masyarakat umum berkewajiban memberi dukungan penuh demi berlakunya hukum Islam."


(Cek pertanyaan dan jawaban lengkap dari keputusan bahtsul masail tersebut disini)


Keputusan bahtsul masail yang didasari oleh kitab kitab rujukan utama para tokoh NU dari kalangan pesantren yang memang pakar dibidang hukum syari'ah tentu seharusnya mengikat kepada seluruh warga NU. Terlebih buku "NU Menjawab Problematika Umat Jilid 1" diberi kata pengantar oleh KH. Miftahul Achyar Rois 'Aam PBNU saat ini. 


Kader-kader NU yang berkarir melalui partai partai, baik partai yang dekat dengan NU seperti PKB dan PPP ataupun partai partai nasionalis wajib berjuang agar peraturan dan kebijakan pemerintah sesuai dengan Syari'at Alloh SWT. Jika mereka tidak melakukan hal tersebut padahal mereka mampu, mereka berdosa. 


Baca juga : Istilah "Kadrun" Bisa menyakiti Hati Rosululloh SAW


Sementara masyarakat NU secara umum, jika ada peraturan dan kebijakan pemerintah yang sesuai dengan syari'ah, wajib untuk mendukung penuh hal tersebut. Jika tidak mendukung, maka mereka juga berdosa. 


Namun sayang kita masih banyak kader kader NU yang tidak faham dengan ajaran NU yang bersumber dari kitab kitab Ulama' salaf. Mereka justru secara tegas menolak perda perda syari'ah dengan membenturkannya dengan jiwa nasionalisme dan kebhinekaan. Padahal konstitusi menegaskan legalnya perda perda syari'ah tersebut. 


Dengan penjelasan hal-hal tersebut dapat kesimpulkan bahwa, secara ajaran sebenarnya ada kesamaan antara NU dan FPI dari segi pandangan memperjuangkan penerapan syari'ah di Indonesia. Meskipun FPI punya metode perjuangan yang jauh berbeda dengan metode perjuangan NU


Tapi paling tidak kita memahami secara utuh bagaimana NU memandang penerapan syari'ah di Indonesia dan tidak ada lagi warga nahdliyin yang antipati terhadap perda syari'ah. 

Wallahu a'lam

1 Komentar

  1. The technology behind them depends on a Random Number Generator , which directs the rotation of the reels. This randomized course of produces billions of purely random gaming outcomes. Because each potential mixture has the identical probability of occurring, it would take 1000's of spins to hit the identical profitable mixture. The primary distinction between basic slots and 카지노 video slots is the number of reels, followed by quantity of} paylines or ways to win.

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama