Memahami Islam Secara Kaffah dalam Konteks Keindonesiaan

Mengamalkan Islam secara sempurna (kaffah) seringkali dianggap berbenturan jika dikaitkan dengan konteks keindonesiaan. Dasar Negara yang tidak berasakan Al Qur’an dan Hadits dan fakta bahwa Indonesia menegaskan bukan Negara Islam dianggap Toghut oleh mereka yang berfaham ekstrim kanan sehingga bagi mereka mustahil menerapkan Islam secara kaffah di Negara tercinta ini.

NU telah berhasil memadukan secara sempurna tentang bagaimana memahami dan mengamalkan Islam secara kaffah dalam konteks keindonesiaan. Meskipun harus diakui pula bahwa karena besarnya NU dan jutaan warganya yang berbeda beda latarbelakangnya menyebabkan banyak pula oknum dari tokoh NU yang belum benar benar memahami secara utuh permasalahan ini.

Pandangan NU tentang berislam secara kaffah dalam konteks keindonesiaan ini termaktub dalam buku “NU Menjawab Problematika Umat, Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur (1979-2009 Jilid 1). Buku yang diberi kata pengantar oleh KH. Miftahul Achyar yang saat ini menjadi Rois ‘Aam  Nahdlatul Ulama’ ini menjawab pertanyaan secara jelas, dengan dasar kitab-kitab turots yang masyhur dikalangan pesantren tentang permasalahan ini.


Berikut pertanyaan dan jawaban keputusan bahtsul masail waqi’iyah tahun 2006 di Malang yang tertulis dalam buku tersebut.

317. Berislam Secara Kaffah dalam Konteks Keindonesiaan 

Pertanyaan

a. Bagaimana kecenderungan mufassirin (mutaqaddimin - mutaakhirin) dalam menyimpulkan perintah memasuki Islam secara kaffah sesuai teks ayat: يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً (QS. Al-Baqarah: 208)? 
b. Apakah manifestasi berislam secara kaffah mengharuskan pemberlakuan syari'at Islam dalam kehidupan bernegara (konstitusional) dan kehidupan bermasyarakat (kultural) di Indonesia? 
c. Berdosakah orang Islam di Indonesia karena membiarkan tidak diamalkannya ajaran syari'at Islam oleh negara tempat ia menetap tinggal? 
d. Bolehkah masing-masing WNI yang beragama Islam atau kelompok mereka menerapkan secara sepihak hukum publik yang menjadi bagian dari syari'at Islam (seperti hukum jinayat)? 
e. Sesuaikah dengan prinsip Ahkam Sulthaniyah bila secara diam-diam sekelompok umat Islam di Indonesia membaiat dan mengesahkan amir/ pemimpin Islam guna menjadi landasan legitimasi ibadah atau pengamalan agama kelompok tersebut?
f. Sebagai konsekuensi Islam kaffah haruskah dilakukan jihad guna menangkal praktek kemungkaran oleh WNI non-muslim, seperti lokalisasi PSK, penjualan/konsumsi minuman keras, budidaya hewan babi, arena hiburan yang penuh maksiat, dan lain sebagainya?


Jawaban 

a. Kecenderungan Mufassirin dalam menafsirkan perintah masuk Islam secara kaffah ada dua golongan yaitu: 
1. Perintah masuk Islam bagi seluruh umat manusia.
2. Perintah terhadap umat Islam agar menerapkan syari'at secara penuh dengan segala kemampuannya. 
b. Penerapan syari'at Islam dalam kehidupan bernegara (konstitusi) dan dalam kehidupan bermasyarakat (kultur) adalah tanggung jawab bersama setiap muslim. Usaha menerapkan hukum Islam dalam konsutusi negara harus dilaksanakan dengan cara-cara yang jauh dan kekerasan. Tahapan amar ma'ruf nahi munkar adalah satu-satunya cara yang dapat ditempuh dalam memperjuangkan berlakunya hukum Islam dalam negara. 
c. Bagi yang mampu dan mempunyai akses untuk perjuangan berlakunya hukum Islam maka harus benar-benar melaksanakan tanggung jawabnya, sehingga apabila mereka (yang mampu) tidak ada usaha untuk berlakunya syariat Islam di Indonesia maka berdosa. Bagi masyarakat umum berkewajiban memberi dukungan penuh demi berlakunya hukum Islam. 
d. Penerapan syariat Islam di bidang pemberlakuan hudud (hukuman mati, potong tangan, cambuk dan lain-lain) adalah hak prerogratif negara. Masyarakat umum tidak boleh melaksanakan sendiri-sendiri atau pada kelompok masing-masing. 

Tambahan 

Bagi organisasi-organisasi Islam seperti NU, diharapkan memberikan masukan-masukan kepada pemenintah untuk berlakunya hukum Islam dalam konstitusi negara.
e. Membaiat dan mengesahkan amir/pemimpin Islam dengan tidak mengakui terhadap keabsahan kepemimpinan yang sudah ada tidak sesual dengan prinsip hukum bernegara menurut Islam. 
f. Sebagai konsekwensi Islam kaffah dalam rangka menangkal praktek kemungkaran, wajib dilakukan jihad dalam pengertian amar ma’ruf nahi munkar, sesuai dengan tahapan-tahapannya, dan harus berupaya untuk tidak imbulkan kemungkaran yang lebih besar atau fitnah.
Untuk dasar pengambilan hukum, silahkan merujuk langsung kepada buku tersebut.
Semoga bermanfaat.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama