Hari ini saya membuka kembali kitab Al Hikam karya Syekh Ibnu Attho'illah As Sakandary yang sudah lama tidak saya buka.

Ada dua nasehat dari beliau yang penuh dengan hikmah yang kali ini akan kita bahas bersama.

Pertama kita akan membahas nasehat hikmah yang ke 5 dalam kitab Al Hikam yang berbunyi :
اجْتِهادُكَ فيما ضُمِنَ لَكَ وَتَقصيرُكَ فيما طُلِبَ مِنْكَ دَليلٌ عَلى انْطِماسِ البَصيرَةِ مِنْكَ
"Kesungguhanmu untuk mengejar sesuatu yang sudah dijamin Alloh SWT untukmu, serta ketidakpedulianmu terhadap apa yang diperintahkan kepadamu adalah tanda butanya mata hatimu."

Seringkali kita mengejar secara serius sesuatu yang sebenarnya sudah dijamin diatur oleh Alloh, baik itu rizki, jodoh, keturunan, kesehatan. Namun bersamaan dengan itu lalai dengan perintah-perintah Alloh dan tidak memperdulikannya, itu tanda bahwa mata hati kita buta untuk melihat hakekat dari kehidupan ini.

Secara lebih mudah, kyai saya memberi gambaran seperti ini :
Ada seorang murid yang sedang berada diruang ujian. Dihadapannya ada soal-soal yang harus dia jawab. Namun dia tidak peduli dengan soal-soal itu. Dia justru sibuk memastikan bagaimana kursi ujian dia empuk dan nyaman, serius memastikan dia merasa sejuk dan tidak kepanasan. Bahkan beberapa lembar soal tersebut dia gunakan untuk kipas sampai kemudian bel tanda ujian berakhir.

Semua orang akan sepakat memandang bahwa si murid betul betul buta dalam memandang keadaan apa yang seharusnya dilakukan. Sehingga tindakannya betul-betul bodoh dimata semua orang.

Meskipun semua orang menganggap bahwa si murid betul betul bodoh, pada kenyataannya hampir semua orang melakukannya tanpa terasa. Sibuk dengan fasilitas fasilitas, rumah yang indah, mobil yang mewah dan berbagai pernak-pernik duniawi diperhatikan secara serius. 

Bersamaan dengan itu, soal-soal ujian berupa perintah Alloh dan sederet kewajiban kita sebagai hamba Alloh justru tidak diperhatikan secara serius. Kitapun melakukan kebodohan yang sama dengan si murid. Buta hati dengan hakekat keadaan sebenarnya untuk apa kita berada di dunia ini.

Kebodohan tanpa terasa
Kebodohan yang tidak disadari..

Lalu apakah dalam kajian tasawuf kita tidak boleh bekerja untuk mencari harta???

Syekh Ibnu Attho'illah telah menyampaikan nasehat hikmahnya yang membahas hal ini. Dimana jika tidak difahami dengan benar seoalah nasehat ini ada kontradiksi dengan nasehat sebelumnya.

Beliau mengatakan : 
إرادَتُكَ التَّجْريدَ مَعَ إقامَةِ اللهِ إيّاكَ في الأسْبابِ مِنَ الشَّهْوَةِ الخَفيَّةِ
Keinginanmu untuk bermaqom tajrid padahal Alloh menempatkanmu di maqom asbab adalah syahwat yang samar.

Keinginan untuk bermaqom tajrid  disebut syahwat karena si hamba punya keinginan pindah maqom, padahal Alloh sudah menempatkan dia di maqom yang sesuai. Syahwat ini sangat samar karena seringkali tujuan dari tajrid adalah baik, yakni menyangka dengan tajrid bisa lebih dekat kepada Alloh.

Tanda seorang hamba ada di maqom tajrid adalah ketika dia berlepas diri dari asbab (tidak kerja misalnya), dia tetap bisa mengamalkan perintah Alloh, utamanya yang berkaitan dengan harta, seperti menafkahi keluarga dan bermu'amalah secara benar sesuai aturan dalam Islam. Disamping itu juga tidak berharap pemberian orang lain dan bahkan bisa bersedekah kepada orang yang lebih membutuhkan. Jika belum sampai tingkatan itu, berarti masih berada di maqom asbab. 

Artinya seorang hamba yang bermaqom asbab haruslah bekerja dalam rangka mengikuti perintah Alloh. Berangkat ketoko, kesawah, kekantor, tanpa berkeyakinan bahwa hal-hal tersebut yang memberi rizki. Jika sakit tetap pergi berobat tanpa yakin kepada obat. Si hamba melakukan itu semua hanya semata-mata wujud penghambaan kepada Alloh.

Memang sulit, tapi begitulah seharusnya sikap seorang hamba. Akan lebih sulit jika kita tidak pernah berusah melatih diri untuk menuju tingkatan pemahaman itu.

Waallahu a'lam.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama